Ratting program televisi indonesia juni 2012


















Menurut Nielsen, acara pencarian bakat di televisi mencuri perhatian pemirsa sebagai genre program paling banyak ditonton. Tayangan ini memperoleh rating sebesar 2,3. Atau ditonton oleh 1,2 juta penonton di atas 5 tahun di 10 kota besar di Indonesia.

Jumlah ini sedikit lebih banyak ketimbang perolehan program hiburan komedi dan sinetron yang ditonton 1 juta orang. Setara dengan dua poin rating. Dibandingkan tahun sebelumnya, penonton acara pencarian bakat ini telah bertambah dari sekitar ribu orang. Rating acara pencari bakat memang lebih besar dari sinetron. Tapi, penonton Indonesia masih menghabiskan 24 persen dari total jam menonton mereka, selama setahun, untuk menyaksikan sinetron.

Tayangan hiburan seperti acara pencarian bakat, komedi, musik, atau permainan, memperoleh porsi jam menonton terbesar kedua dari pemirsa. Yakni sekitar 20 persen atau selama jam selama setahun. Untuk program terpopuler , Nielsen menjatuhkannya pada program khusus, seperti pertandingan sepak bola.

Misalnya penonton AFF Suzuki Cup Malaysia vs Indonesia yang lebih dari 5,8 juta orang, dengan poin rating 10,9; Hassanal Bokiah Trophy Indonesia vs Brunei, ditonton 5,1 juta orang dengan rating 9,6; dan Pertandingan Persahabatan Indonesia vs Inter Milan yang ditonton lebih dari 4,6 juta pemirsa dengan rating 8,8. Adapun beberapa program khusus lain juga tercatat menarik banyak pemirsa. Seperti Dahsyatnya Awards yang menyedot pemirsa di atas 3,1 juta dan rating 5,9; Apa Kabar Indonesia Malam, waktu penetapan awal bulan Ramadan, yang meraih penonton 3 juta serta rating 5,7; dan film layar lebar Avatar yang ditonton 2,8 juta orang dengan rating 5,3.

Salah satu dampak negatif televisi adalah perubahan perilaku, karakter, dan mental penontonnya terutama pada anak. Hal ini dikarenakan acara televisi yang disajikan semuanya hampir sama. Salah satunya sinetron yang banyak menampilkan adegan kekerasan, gaya hidup hedonis, seks, ataupun mistik.

Jika masyarakat banyak yang kurang setuju dengan pendapat ini, para owner atau pemilik media akan beralasan jika penayangan acara tersebut merupakan permintaan pasar yang dibuktikan dengan tingginya rating. Dengan sistem rating, program-program unggulan ini juga tak berkait dengan kualitas, melainkan kuantitas nilai jumlah pemirsa akan menjadi rebutan para pemasang iklan. Dengan begitu industri kapitalis hanya akan berfikir bagaimana memperoleh keuntungan tanpa memperdulikan dampak yang terjadi pada masyarakat khususnya anak-anak.

Untuk mengantisipasi dan membuat orangtua lebih protect terhadap anak yang menonton siaran televisi ialah melalui Media Literacy atau gerakan Melek Media. Livingstone menyebutkan bahwa gerakan media literacy yaitu sebuah gerakan mendidik publik agar mampu manghadapi menghadapi media massa secara bijak dan cerdas.

Bijak, artinya mampu memanfaatkan media massa sesuai dengan keperluannya. Cerdas, artinya mampu memilih dan memilah ragam informasi yang memang diperlukan. Tahu mana yang penting, dan mana yang tidak penting atau bahkan berbahaya bagi dirinya maupun lingkungannya. Konsep ini merujuk pada kemampuan khalayak untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi pesan-pesan melalui media dalam berbagai konteks. Dalam kondisi masyarakat media seperti sekarang, sangat penting untuk mengkaji acara-acara yang boleh dan tidak untuk ditonton.

Salah satu kuncinya adalah ketrampilan media literacy. Ketrampilan ini sebenarnya tidak hanya untuk orang tua namun lebih ditekankan pada anak-anak dan remaja. Karena pada usia tersebut anak-anak atau remaja cenderung untuk menirukan tanpa mem- filter terlebih dahulu apa yang mereka lihat. Diposting oleh winda di Tidak ada komentar:.



0コメント

  • 1000 / 1000